Tambahan energi listrik sebesar 7 ribu MW diperoleh dari pemanfaatan emisi atau residu dari daya listrik, yang sebelumnya terbuang percuma, menjadi energi kembali. Bila dirupiahkan maka jumlah tambahan itu sangat besar.
Contohnya, salah satu pusat perbelanjaan besar di Jakarta, Central Park, mampu menghemat biaya listrik lebih dari US$1,1 juta per tahun atau Rp13,2 triliun (pada kurs US$1 = Rp12.000) melalui penggunaan teknologi CCHP dari GE. Kok bisa?
Central Park menggunakan 5 mesin pembangkit bertenaga gas dari GE, yakni Jenbacher J620N, dan 2 mesin pendingin (chiller) absorpsi, dan 3 chiller listrik. Selain menghasilkan energi listrik, Jenbacher J620N juga menghasilkan energi panas, yang disalurkan ke chiller sehingga menghasilkan cairan dingin untuk sistem penyejuk ruangan (AC).
Mengingat 60% dari total daya listrik yang digunakan di mal dikonsumsi untuk penggunaan AC, maka wajar saja bila Central Park mampu menghemat biaya listrik cukup besar dengan menggunakan teknologi CCHP ini.
Selain untuk sistem pendingin, energi panas dari mesin pembangkit seperti Jenbacher J620N ini juga diperuntukkan untuk boiler (ketel), yang sangat berguna untuk berbagai kebutuhan pemanasan di industri manufaktur. Nah, bila konsumen di sektor industri sudah beralih ke teknologi CCHP ini, maka Indonesia akan mampu memperkuat ketahanan pasokan listriknya, sekaligus mengurangi emisi CO2 karena gas yang digunakan oleh mesin pembangkit GE sangat ramah lingkungan.

Berhemat dirumah masing-masing
Lalu, bagaimana dengan konsumen rumahan? Nah, untuk konsumen rumahan, tentu tidak perlu berinvestasi untuk CCHP, namun cukup dengan melakukan efisiensi dan konservasi penggunaan daya listrik. Ketua Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi, Jon Respati, menghimbau agar masyarakat melakukan efisiensi dan konservasi dengan menjadi lebih selektif dalam membeli produk. Artinya, pilihlah produk yang lebih efisien dalam penggunaan listrik atau energi lainnya.
