Meningkatkan efisiensi biaya, akses serta kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat yang belum terjangkau fasilitas layanan kesehatan dasar.
Kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan akses terhadap layanan kesehatan terjangkau di negara-negara berkembang kian mendesak. Menurut World Health Organization (WHO), hampir tiga dari empat penyakit kronis terjadi di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, dan dengan meningkatnya kelas menengah di negara-negara berkembang, kebutuhan terhadap layanan kesehatan terjangkau tersebut menjadi kian mendesak.
Negara-negara berkembang menyadari bahwa kebutuhan tersebut memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian mereka, namun tantangan demi tantangan harus dilalui dalam mendistribusikan layanan kesehatan terhadap 5,8 milyar warga penduduk. Yang pertama adalah faktor pembiayaan. Contohnya, mekanisme pertanggungan asuransi dan manejemen resiko publik cenderung dibiayai melalui pajak dan gaji karyawan, sehingga 60%-70% masyarakat yang bukan merupakan karyawan perusahaan tidak dapat mengakses fasilitas tersebut. Selain itu, dengan meningkatnya jumlah kasus penyakit-penyakit kronis – India kini menjadi negara dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia, disusul oleh Cina di peringkat kedua – sedang mengupayakan bagaimana basis aset layanan kesehatan yang sudah ada, yang semula dirancang untuk mengakomodir layanan kesehatan penyakit serius dapat digunakan. Kurangnya layanan kesehatan pencegahan ditambah dengan sedikitnya pengelolaan penyakit kronis semakin memperparah kondisi pasien, sehingga menyebabkan layanan kesehatan semakin mahal dan menambah beban dalam sisi keuangan.

Satu solusi untuk keluar dari siklus negatif ini adalah untuk merancang sistem di sekitar pasien serta menghadirkan layanan kesehatan lebih dekat dengan mereka – sehingga tidak mewajibkan pasien untuk datang ke rumah sakit. Pelatihan dibutuhkan untuk mengimplementasikan hal tersebut. Contohnya, program Social Health Activist di India telah mendidik lebih dari 1 juta petugas kesehatan. Selain itu, hal yang harus dilakukan adalah memungkinkan pasien untuk dapat memonitor sendiri kondisi kesehatan mereka. “Dengan demikian, pasien mendapatkan perspektif 360 derajat terhadap layanan dan dukungan dalam sistem layanan kesehatan,” ujar Mario Gutierrez, direktur eksekutif Center of Connected Health Policy. “Kita harus mengkaji ulang bagimana layanan kesehatan disajikan, di mana dokter menjadi bagian dari tim, bukan lagi pusatnya.”
Layanan kesehatan digital juga akan berperan penting. Cina yang berinvestasi sebesar $3 milyar di sektor layanan kesehatan di tahun 2014 (diyakini akan meningkat menjadi $110 milyar di tahun 2020), adalah salah satu negara yang mempraktekkan peran layanan kesehatan digital dalam rantai nilai sistem layanan kesehatan negara tersebut. Contohnya, Baidu, mesin pencarian terkemuka milik Cina kini memfasilitasi pembuatan janji pemeriksaan secara online, sementara pemain media sosial, Tencent mengembangkan servis chat dan pembayarannya kepada sektor layanan kesehatan. Tahun ini juga merupakan pertama kalinya “rumah sakit cloud” di Ningo, Cina, beroperasi, menggabungkan cloud computing, big data dan Internet of Things. Rumah sakit yang dibuka pada bulan Maret ini akan berperan sebagai platform yang menghubungkan pusa-pusat kesehatan lokal, spesialis, rumah sakit, farmasi dan penyedia asuransi. Apakah hal ini dapat diimplementasikan dalam skala yang lebih besar masih merupakan tanda tanya. Meskipun begitu, inisiatif-inisiatif layanan kesehatan lainnya diyakini akan banyak bermunculan.
Langkah penting lainnya adalah untuk menghilangkan pembiayaan layanan kesehatan yang tidak efisien, yang mengambil 20-40% total biaya pengeluaran layanan kesehatan (dari data WHO). Layanan kesehatan berbasis nilai dan kontrak, di mana pembayaran kembali (reimbursement) berbasis pada nilai yang diproduksi dan kesehatan keseluruhan populasi, dapat membantu mengurangi pemborosan tersebut, contohnya, dengan mengurangi tes dan prosedur yang tidak diperlukan. Pengurangan seperti itu akan berdampak kepada jangkauan asuransi yang lebih murah. Untuk obat-obatan, pengontrolan harga berbasis nilai, yang meskipun kontroversial, juga dapat meningkatkan insentif untuk perusahaan-perusahaan life-science untuk mengembangkan teknologi-teknologi diagnostik dan perawatan yang lebih murah.

Mendirikan layanan kesehatan yang tersentralisasi pada pasien dan bedasarkan nilai di negara-negara berkembang guna memenuhi kebutuhan kelas menengah bukanlah tugas yang dapat diemban sendiri oleh pemerintah; melainkan kemitraan pemerintah- swasta (KPP). Namun, dengan kondisi KPP layanan kesehatan yang kini berfokus pada daerah-daerah perkotaan, dibutuhkan solusi layanan kesehatan yang menguntungkan agar daerah-daerah terpencil di pedesaan juga diuntungkan.
Sumber dana global seperti Global Innovation Fund sejumlah $200 juta – diluncurkan tahun lalu dan turut dibiayai oleh Omidyar Network dan badan-badang pembangunan di AS, UK, Swedia dan Australia – mengambil pendekatan venture capital untuk menghadapi masalah ini. Sejumlah perusahaan yang sudah bergerak aktif dalam negara-negara ini meningkatkan keahlian dan jaringan mereka untuk merancang solusi-solusi yang disesuaikan dengan pasar lokal. Contohnya, September lalu, GE mengumumkan peluncuran unit bisnis baru Sustainable Healthcare Solution (SHS) yang secara spesifik menargetkan 5,8 milyar masyarakat yang tinggal di pasar layanan kesehatan berkembang seperti India dan Asia Selatan, Afrika dan Asia Tenggara. Selain mendistribusi produk GE yang sudah ada seperti alat ultrasound portable atau electrocardiograph portable, GE akan berinvestasi sebesar $300 juta kepada SHS untuk mengembangkan portfolio teknologi layanan kesehatan terjangkau, melalui pendekatan inovasi-hemat biaya. Solusi lainnya yang sudah sebagian dioperasikan di Kenya dan Algeria, juga dapat mengikutsertakan struktur kontrak yang menggabungkan penyewaan infrastruktur teknologi imaging dengan upaya peningkatan kapasitas.
Tentunya, kebanyakan negara-negara berkembang akan menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan layanan kesehatan. Namun upaya-upaya tersebut akan sepadan. Menghadirkan layanan kesehatan berkualitas kepada masyarakat yang tidak dapat mengakses maupun kekurangan biaya untuk fasilitas yang sudan ada tidak hanya dapat menghemat biaya, tapi juga menyelamatkan jiwa.