Skip to main content
×

GE.com has been updated to serve our three go-forward companies.

Please visit these standalone sites for more information

GE Aerospace | GE Vernova | GE HealthCare 

header-image

Mempersiapkan Pemimpin yang Lebih Baik untuk Era Baru

October 03, 2017
Kamis siang itu, kantor GE Indonesia di kawasan South Quarter, Cilandak, Jakarta tidak terlihat seperti biasanya. Ada sekitar 30 mahasiswa dan mahasiswi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia memenuhi ruang pertemuan. Mereka tampak asyik berbincang, berdiskusi, dan terlibat dalam permainan kekompakan kelompok yang disebut Lead Out.
Lead Out adalah permainan simulasi dinamis dan interaktif untuk mengasah keterampilan, kepemimpinan, komunikasi, kolaborasi, perencanaan, dan pengambilan risiko. Permainan sendiri dibagi secara kelompok, dengan nama tiap kelompok yang diambil dari nama berbagai pulai di Indonesia, seperti Jawa, Kalimantan, Papua, Bali, Sulawesi, Sumatera, dan sebagainya.

Hasil dari permainan pun dianalisis oleh panitia untuk diberi penilaian. Kalau nilai kerja kelompoknya tidak memuaskan, maka pimpinan kelompok, yang diberi gelar “pimpinan cabang” harus dirotasi.

Para mahasiswa yang hadir dari berbagai latar belakang bidang studi berbeda, seperti Teknik, MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), Penerbangan, hingga Ekonomi, terlihat hanyut dalam keseruan, meski datang dari kampus berbeda.

Ada yang datang dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro; bahkan ada tiga mahasiswa, yang masing-masing datang dari National University of Singapore, Monash, dan University of Birmingham.

Sebetulnya ada apa? Dalam rangka apa, para mahasiswa itu ada di sana?


Rudy Afandi, HR Director GE Indonesia menjelaskan, bahwa para mahasiswa itu diundang GE dalam program “Dare to Lead”. Acara workshop ini bertujuan agar mereka, sebagai calon pemimpin masa depan bisa memahami lebih dalam tentang arti, cara, dan tantangan terkait kepemimpinan.

“Tujuan workshop dua hari tentang kepemimpinan ini adalah untuk membantu para mahasiswa menemukan kekuatan, hasrat, dan mengerti apa artinya menjadi seorang pemimpin. Termasuk agar mereka bisa mengeksplorasi karier yang potensial,” ujar Rudy di sela acara.

Diungkapkannya juga, tujuan lainnya adalah agar para peserta mengerti tentang berbagai hal dan fenomena yang terjadi, termasuk soal ketidakstabilan yang mesti dihadapi dengan mental bisa menerima perubahan dan tidak mudah menyerah.

“Kuncinya tiga poin: agility, informasi, dan persistensi, itu harus dipegang. Setelah pulang dari acara, para mahasiswa jangan lagi menunggu mengambil tanggung jawab, jadi lebih kuat, mau berubah, dan mampu mengenal kekuatan dirinya,” imbuh Rudy.

Program ini sendiri ada karena GE peduli bahwa mahasiswa perlu diberi pembekalan untuk menghadapi ragam tantangan, dan punya wawasan sebaik mungkin untuk melangkah menghadapi masa depan. Khususnya kini, ada market gap yang sangat besar di antara kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja; sehingga persaingan di lapangan kerja makin ketat dan sengit.

“Buat para talenta muda ini, untuk memasuki dunia kerja, tidak cukup kalau hanya mengikuti rutinitas kegiatan akademik. Mereka perlu berbagai tambahan keterampilan dan pengetahuan, seperti yang di-sharepada acara ini,” kata Rudy.
image

Para peserta di sesi ini juga melalui proses seleksi ketat. Rudy menerangkan kalau pihaknya fokus menyebar informasi lewat media sosial saja, karena banyak anak muda menggunakannya, dan lebih potensial menyebar luas dan merata ke berbagai kampus.

Pada tahap penjaringan, mahasiswa diwajibkan memuat video menarik yang menceritakan tentang dirinya. Video itu mesti menunjukkan kepercayaan diri, kemampuan menerangkan visi dan misi sebagai pemimpin, dan bisa menjelaskan harapan dan tujuannya mengikuti acara ini.

“Kami mendapatkan 230 pemohon, dan setelah proses pertimbangan ketat, maka terlipilih 30 mahasiswa yang kami anggap terbaik dan hadir hari ini,” tandas Rudy.

Berbagi bekal dan pengalaman


Seperti sempat tersinggung sebelumnya, dalam acara ini, para peserta diarahkan untuk bisa lebih memahami, makin percaya diri, terampil, dan kreatif dalam menghadapi berbagai situasi dalam karier dan bisnis.

“Misal, kalau nanti bidang bisnisnya tidak sama dengan jurusan kuliah, yang tidak masalah, yang penting harus ada gairah untuk bekerja dulu,” tandas Rudy Afandi, HR Director GE Indonesia, dalam sesi ketika ia menjadi pembicara.

Berbagai skill kepemimpinan juga mesti diperkuat dengan memperluas jaringan dan kolaborasi sebaik mungkin. Dalam acara ini juga, peserta didorong untuk haus dan gigih belajar, bukan dari buku saja, tapi dari situasi dan pengalaman, serta berbagai masukan langsung.

“Karena kini, mencari orang-orang yang berpengalaman jauh lebih penting di dunia kerja, ketimbang sekadar gear akademik,” tegas Rudy.

Terkait hal itu, Chandra Muda dari GE Indonesia pun menceritakan pengalamannya bekerja di berbagai perusahaan skala global, dengan beragam gaya manajemen. Mendukung Chandra, Andien dari tim rekrutmen GE Indonesia menjelaskan program yang ada di GE, seperti Digital Technology Leadership ProgramFinance Leadership ProgramEngineering Development ProgramOperation Management Leadership ProgramCommercial Leadership Program, atau Graduated Engineering Training Program.

“Dalam setahun, program dibuka satu atau dua kali, dan nantinya bisa ada satu atau dua orang menjadi pegawai,” ujar Andien. Untuk makin mewarnai sesi berbagi, ada diskusi panel yang menampilkan peserta program rekrutmen GE, yang rata-rata baru bekerja di bawah lima tahun. Para mahasiswa pun terlihat sangat antusias dan agresif menanyakan berbagai hal; terutama terkait kiat bisa lolos dari program rekrutmen GE.
image

Tak hanya dari GE, para mahasiswa pun tak kalah antusias berbagi cerita. Seperti Sarah Putri, mahasiswi asal Bandung yang sedang menjalani studi di University of Birmingham jurusan Chemical & Energy Engineering ini menceritakan antusiasmenya mengikut program sembari mengisi masa liburan musim panas.

Dikisahkannya, selagi liburan ini pula ia menyempatkan mengambil pengalaman magang di Unit Pembangkitan dan Jasa Pembangkitan Kamojang (UPJP) milik Indonesia Power, yang mengelola 7 unit Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP).

“Motivasi saya ikut acara ini di antaranya adalah untuk menambah pengetahuan. Dan setelah tadi dijelaskan, saya tertarik dengan program Graduate Engineering Training. Kalau ada kesempatan direkrut, saya mau langsung kerja saja, ketimbang ambil S2,” ujar Sarah.

Lain lagi dengan Magdalena Maristya, mahasiswi asal Universitas Mulawarman, Samarinda, jurusan Teknik Kimia, mengaku datang jauh-jauh naik pesawat untuk program ini demi tercatat dalam jejaring mahasiswa GE. “GE kan terkenal punya networking besar. Ini yang saya kejar, dan sayang sekali kalau sudah lolos kualifikasi program tapi batal ikut,” tandasnya.

Pemimpin tak boleh berhenti belajar


Dari serangkaian mata acara dalam program “Dare to Lead” yang paling ditunggu dan menginspirasi para peserta adalah saat CEO GE Indonesia, Handry Satriago, menyampaikan pesan-pesan pada peserta.

“Saya percaya, kepemimpinan adalah masalah persepsi; sehingga utamanya, seorang pemimpin harus punya visi ke depan. Pemimpin juga harus bisa dipercaya, bertanggung jawab, serta tidak ragu membuat keputusan dan berani mengambil risiko, karena dunia ini dinamis,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, dalam dunia bisnis, keragu-raguan terjadi pada banyak pimpinan perusahaan yang mengambil langkah aman, karena takut mengambil risiko; sehingga perusahaan-perusahaan itu jadi tertinggal.

Handry juga menyatakan, kalau pemimpin salah mengambil keputusan, maka ia harus bisa belajar dari kesalahannya. “Pemimpin itu harus selalu belajar. Sehingga ia tak boleh sombong mengakui kesalahan, mendengarkan rekan kerja, dan bisa menjaga sikap,” tandas Handry.

Menghadapi zaman yang berbeda, pemimpin masa depan perlu keahlian yang berbeda pula; karena kepemimpinan tidak bisa hanya mengandalkan faktor keturunan, kharisma, atau kekayaan. “Kepemimpinan kini harus dinamis dan meliputi kombinasi dari kepemimpinan pengikut dan situasi. Jadi, kepemimpinan itu bukan tentang pemimpin, karena kepemimpinan adalah konsep,” tegasnya.

Ia juga menjelaskan, pemimpin adalah pelajar sejati yang tak boleh berhenti menambah wawasan, karena jika tidak meng-update kapabilitas, maka itu adalah akhir dari kepemimpinan. “Kalau nanti dipercaya menjadi pimpinan perusahaan, lalu berhenti belajar, maka itu hanya sekadar membawa kita untuk mendapatkan pekerjaan,” jelas Handry.

Disebutkannya, pemimpin modern harus komunikatif dengan yang dipimpinnya, serta mampu berinteraksi dengan baik pada semua orang. Karena, jika ada kesenjangan komunikasi, maka akan timbul masalah. Ia juga menandaskan kalau pemimpin tidak boleh mudah menyerah dan meninggalkan gelanggang pertarungan.

Lalu, diterangkannya bahwa seorang pemimpin juga harus mampu mengkritisi dengan pertanyaan. Menurutnya, kemampuan bertanya ini penting. Dari pertanyaan yang menggali kemampuan analisis, akan banyak hal baru muncul atau terkuak.

“Intinya pemimpin tidak boleh merasa hebat sendiri. Ia harus mau bertanya dan melihat bawahannya adalah teman melaksanakan tujuan, bukan ‘anak buah’. Karena tidak ada di ilmu manajemen manapun istilah itu. Dalam bahasa Inggris pun tidak bisa. Fruit child gitu kan enggak cocok,” seloroh Handry disusul tawa dari para peserta.
image

Lebih dalam lagi, Handry menuturkan kalau menjadi pemimpin di era ini artinya juga harus paham hal-hal seperti teknologi, kondisi politik global yang banyak standar ganda dan ambigu, hingga masalah perubahan iklim dan sebagainya. Disampaikan Handry, ada makin banyak hal baru yang mesti dihadapi, dan tidak menjadi tantangan pemimpin pada dekade sebelumnya.

“Dulu, pada 1980 tidak terlalu banyak gejolak, hingga persoalan belum terlalu kompleks. Gejolak ini juga tidak pasti kapan berakhirnya. Inilah dunia yang kalian hadapi, dan tidak bisa dihindari,” tandasnya.

Disampaikannya, di Indonesia, akan ada setidaknya 55 juta anak muda yang menjadi angkatan kerja pada 2025. Tapi pertanyaannya, apakah hal itu keuntungan atau kerugian? Sebab, belum tentu semua anak muda itu menjadi angkatan kerja produktif. “Kalau kita tidak berubah, kita akan dikalahkan negara lain, karena skill rendah, dan tidak produktif. Jadi, jangan sampai kita hanya jadi objek,” kata Handry menegaskan.

Terkait hal itu, menurut Handry, ada dua pilihan. Pertama, menunggu saja sampai semua permasalahan berakhir, tanpa tahu kapan dan bagaimana masalah akan berakhir. Atau kedua, mengambil langkah mengubah hal jadi lebih baik, dengan cara membuat diri sendiri jadi lebih baik dari sebelumnya.

“Caranya, mulailah dari diri kalian sendiri untuk masa depan lebih baik. Berjanjilah pada diri sendiri. Mulai sekarang, Anda adalah pemimpin masa depan. Kalau Anda merasa tidak bisa jadi pemimpin yang progresif, maka pelajarilah. Yang penting juga, pemimpin itu harus berjiwa besar. Kalau Anda tidak suka generasi birokrasi, maka mulai dari diri sendiri,” ujar Handry serius.

“Jangan Anda menciptakan generasi yang lebih buruk di bawah Anda. Untuk itu, luangkan waktu bersama generasi di bawah Anda,” pungkas Handry menutup pembicaraan, yang kemudian diiringi tepuk tangan para peserta.