Hampir 41% emisi karbon dioksida dunia saat ini berasal dari sektor energi. Sekarang ini, 1 miliar orang di seluruh dunia belum memiliki akses ke energi yang dapat diandalkan. Itulah sebabnya permintaan terhadap listrik akan terus meningkat, termasuk di kawasan Asia Pasifik. Di kawasan ini, masyarakat dan arus urbanisasi yang cepat meningkatkan permintaan akan energi.
Sementara itu, dunia tengah bertransisi dengan cepatnya menuju ke bauran energi dengan tingkat karbon yang lebih rendah. Nilai investasi untuk transisi energi di tingkat dunia, termasuk pembelanjaan untuk pembangunan kapasitas energi terbarukan, mobil listrik dan infrastruktur pengisian daya listrik, serta untuk teknologi penyimpanan energi, telah mencapai lebih dari USD500 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2020. Meskipun penggunaan energi terbarukan semakin cepat di sejumlah wilayah seperti di Eropa, energi tersebut hanya ditargetkan untuk memberikan sekitar 50% dari pasokan listrik pada tahun 2040.
Di saat transisi ini berlangsung, instalasi bertenaga energi terbarukan dan gas dipercepat penempatannya di berbagai lokasi strategis. Instalasi-instalasi itulah yang dapat memuluskan jalan untuk penurunan emisi dalam jumlah besar dalam waktu yang cepat, serta memberikan daya listrik yang dapat diandalkan dengan harga yang terjangkau. Sebuah buku putih yang diterbitkan oleh GE dengan judul ‘Accelerated Growth of Renewables and Gas Power Can Rapidly Change the Trajectory on Climate Change’ menjelaskan tentang bagaimana energi gas yang dikombinasikan dengan energi terbarukan dapat memuluskan jalan menuju dekarbonisasi.
Berbagai solusi ini dibicarakan dalam sebuah diskusi meja bundar virtual bersama media yang diadakan oleh GE Gas Power dengan tema ‘Pathways to Faster Decarbonization with Gas and Renewables’. Dalam acara itu, Jeff Goldmeer, Emergent Technologies Director GE, menyajikan suatu tinjauan global tentang topik tersebut. Sesudah presentasi pemikiran terbaik inilah saya mendapatkan kesempatan untuk duduk dalam diskusi panel regional bersama dengan Ramesh Singaram, President & CEO GE Gas Power, Asia, dan Andrew Bedford, Director – Advisory & Energy Transition, KBR, untuk menyajikan sudut pandang kami tentang keadaan di kawasan Asia Pasifik.
ENERGI TERBARUKAN DAN GAS SALING MELENGKAPI
Di negara-negara ASEAN, sektor energi bertumbuh seiring dengan pertumbuhan infrastruktur. Di Asia Utara pertumbuhan tersebut sebagian besar didorong oleh adanya sejumlah penggantian dan terjadinya transisi menuju ke energi terbarukan. Sementara itu, Australia dan Selandia Baru memberikan fokus yang signifikan pada solusi grid firming. Namun, tujuan yang lebih besar dari itu semua adalah menjadikan gas sebagai pelengkap untuk pertumbuhan energi terbarukan dan pada perekonomian yang sedang melakukan dekarbonisasi.
Berdasarkan pada kapasitas terpasang saat ini di Asia Pasifik pada tahun 2019, bauran energi mencapai 898GW dan diharapkan akan mendapatkan tambahan kapasitas sebesar 410GW pada dasawarsa mendatang. Gas menyumbangkan 300GW dalam bauran energi pada tahun 2019 dan diharapkan memberikan tambahan kapasitas sebesar 95GW pada dasawarsa mendatang. Di sisi lain, energi terbarukan menyumbangkan 258GW pada bauran energi pada tahun 2019.
Energi gas memberikan keuntungan tersendiri dalam mendukung pertumbuhan energi terbarukan di seluruh kawasan. Pasokan gas berlimpah, tersedia, dan harganya terjangkau, serta akan menjadi semakin terjangkau di masa depan. Gas memberikan solusi paling bersih dalam produksi energi dibandingkan dengan semua bahan bakar fosil tradisional. Selain itu, gas memuluskan jalan menuju ke perubahan di masa depan, yakni ke kondisi karbon rendah atau hampir nol dengan teknologi carbon capture, utilization and sequestration (CCLUS).
Gas juga dapat diandalkan, dan dapat disalurkan pada waktu terjadi kondisi cuaca ekstrem atau ketidakstabilan pasokan energi. Teknologi baterai yang ada saat ini masih menyebabkan penundaan pasokan daya yang lama di saat terjadinya cuaca buruk di jaringan. Teknologi baterai biasanya dapat digunakan untuk penyimpanan energi terbarukan dalam waktu yang singkat (umumnya <8 jam), sedangkan gas harganya terjangkau untuk memenuhi peningkatan permintaan pasokan daya dalam waktu yang lebih lama. Selain itu, pembangkit bertenaga gas memiliki sifat yang fleksibel, artinya pembangkit tersebut dapat dengan cepat menambah atau mengurangi pasokan daya di saat terjadinya ketidakstabilan dari sisi permintaan.
Pembangkit bertenaga gas dapat ditempatkan di kawasan lahan berukuran kecil sehingga ukuran ruang fisik yang dibutuhkan jauh lebih kecil daripada pembangkit bertenaga angin dan matahari. Biaya infrastruktur transmisi daya yang semakin turun berdampak positif pada konsumen energi.
MENGGARAP POTENSI TEKNOLOGI ENERGI GAS
Solusi energi gas sudah tersedia saat ini untuk menghantarkan Asia Pasifik menuju pengurangan emisi. Saat ini, peningkatan solusi dapat dimanfaatkan untuk menaikkan efisiensi pada turbin bertenaga gas yang sudah ada, sekaligus menurunkan volume emisi. Misalnya di Malaysia, kita melihat adanya peluang peningkatan kemampuan yang signifikan, terutama pada installed base saat ini sebesar 6B & 9E unit. Saat ini, kami bekerja sama dengan pemangku kepentingan setempat untuk menjajagi peningkatan pada sistem pembakaran standar ke sistem pembakaran Dry Low NOx (DLN). Ini sesuai dengan target pemerintah dalam mengurangi emisi CO2 sebesar 45% pada tahun 2030 sebagaimana dijabarkan dalam dokumen ‘Malaysia Intended Nationally Determined Contribution Plan’.
Di masa lalu, pembangkit bertenaga gas memberikan daya yang efisien pada beban dasar, namun sekarang pembangkit tersebut diminta untuk melengkapi kapasitas daya yang bersumber dari tenaga matahari dan angin yang tergantung pada faktor cuaca. Hal yang lebih penting lagi, pembangkit bertenaga gas dapat memperkuat kinerja jaringan ketika energi terbarukan terganggu oleh cuaca. Sistem pembakar Dry Low NOx tidak saja memberikan fleksibilitas, namun juga membantu memenuhi tuntutan dari regulasi mengenai emisi yang semakin ketat.
Banyak pembangkit listrik di Asia Pasifik masih menggunakan turbin bertenaga gas yang dibangun pada tahun 1980-an dan terus beroperasi dalam model siklus sederhana pada tingkat efisiensi di bawah 30 persen. Mengubah pembangkit seperti itu menjadi siklus kombinasi – hal yang dapat dicapai dalam waktu hanya 16 bulan – membuat pembangkit tersebut mampu menghasilkan daya listrik tambahan hingga lebih dari 50 persen dengan menggunakan jumlah bahan bakar yang sama.
Pembangkit bertenaga gas sifatnya fleksibel, dapat beroperasi selama lebih dari 30 tahun. Oleh karena itulah ketika pembangkit ini mengadopsi teknologi yang lebih efisien, seperti turbin H-class GE yang sudah mencatat dua rekor dunia untuk efisiensi siklus kombinasi, maka pembangkit tersebut dapat membantu pemiliknya untuk menurunkan jumlah emisi pada setiap megawatt daya listrik yang dihasilkannya dalam waktu puluhan tahun ke depan. Di Malaysia, baru-baru ini GE mengumumkan dimulainya operasi komersial pembangkit listrik siklus kombinasi Track 4A di Johor, yang menggunakan turbin gas 9HA.02 GE. Di pembangkit itulah turbin 9HA.02 GE untuk pertama kalinya beroperasi di dunia.
Dari sisi pra-pembakaran, terdapat banyak pendekatan pada bahan bakar berkarbon rendah atau bebas karbon, termasuk penggunaan hidrogen untuk pembangkit listrik. Saat ini, GE memiliki pengalaman terbesar dalam penggunaan bahan bakar alternatif dengan pemanasan rendah, termasuk hidrogen untuk pembangkit listrik. Sebagai pemimpin dunia dalam fleksibilitas bahan bakar gas untuk turbin, GE memiliki lebih dari 75 turbin yang beroperasi dengan menggunakan bahan bakar pemanasan rendah, termasuk campuran hidrogen dan gas alam. Turbin-turbin itu telah mencatat lebih dari 6 juta jam operasional. Di kawasan ini, GE baru-baru ini mengumumkan satu proyek percontohan terkini untuk pelanggan, yang menggunakan teknologi turbin F-class GE untuk menggerakkan pembangkit listrik bertenaga gas alam yang mampu menggunakan dua jenis bahan bakar/hidrogen yang pertama di Australia. EnergiAustralia telah memesan teknologi turbin gas 9F.05 GE untuk menggerakkan pembangkit listrik Tallawarra B, yang membantu meningkatkan keandalan pada jaringan energi dan membantu memastikan agar konsumen listrik di New South Wales tetap mendapatkan pasokan listrik dengan harga terjangkau dan dapat diandalkan. Pembangkit listrik tersebut akan beroperasi dengan fleksibilitas operasional yang tinggi sebagai pembangkit “peaker”, yang berproduksi dengan cepat ketika dibutuhkan untuk menstabilkan jaringan listrik di saat terjadi peningkatan permintaan. Pembangkit tersebut akan menggunakan sebagian volume hidrogen untuk menurunkan jejak emisinya. Proyek Tallawara tersebut akan menjadi stasiun pembangkit listrik ‘dispatchable’ yang dibangun di NSW dalam waktu 12 tahun terakhir, dan menjadi proyek pertama yang menggunakan portofolio turbin gas 9F.05 canggih dari GE di Asia, yakni teknologi F-class tercanggih pada aplikasi 50 Hz. Portofolio turbin F-Class GE memiliki kemampuan untuk membakar level hidrogen dari 5% (volumenya) hingga 100%.
Negara-negara di Asia Pasifik memiliki potensi yang luar biasa besar untuk membangkitkan listrik dengan bahan bakar terbarukan yang murah, dan bahkan telah merancang cara untuk menghasilkan hidrogen hijau dan biru. Bahan bakar yang ekonomis ini memiliki banyak potensi untuk menghasilkan diversifikasi sumber daya listrik di kawasan itu. Australia, Singapura, dan Jepang tengah menyatakan komitmen yang kuat dan erat bekerja sama dengan para pemain di sektor industri untuk menjadikan hidrogen terjangkau harganya, andal, dan berkelanjutan.
Masalah keandalan dan keamanan terus-menerus muncul di sejumlah pasar yang banyak menggunakan energi terbarukan. Di Vietnam, rencana pengembangan terkini yang disebut Power Development Plan 8 menyebutkan kapasitas pembangkitan listrik sekitar 54GW. Dalam rencana tersebut, berbagai proyek yang dicantumkan memperlihatkan adanya pergeseran menuju pada penggunaan gas (dari sumber lokal/impor) dan energi terbarukan.
Energi terbarukan masih menghadapi permasalahan di sekitar awal tumbuh kembangnya, tidak saja terkait kelangkaan daya baterai untuk penyimpanan energi yang dihasilkan pada skala yang besar. Transmisi yang mencaplok lahan masih menjadi masalah rumit, selain tidak adanya konsistensi dalam kebijakan yang mempersulit penentuan harga jangka panjang.
Meski demikian, di bawah PDP 8, GE melihat adanya peluang untuk bekerja sama dengan energi terbarukan dan memperkuat jaringan demi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada konsumen energi.
Ada banyak jalan yang dapat dilalui untuk sampai pada masa depan energi yang lebih bersih dengan gas, dan kita perlu mengadopsi berbagai solusi untuk mengambil tindakan yang menentukan demi penuntasan krisis iklim dunia saat ini juga – bukan nanti.
Tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua pada upaya mencapai dekarbonisasi. Jalan ke depan menuntut kerja sama antara gas dan energi terbarukan.
Hampir 41% emisi karbon dioksida dunia saat ini berasal dari sektor energi. Sekarang ini, 1 miliar orang di seluruh dunia belum memiliki akses ke energi yang dapat diandalkan. Itulah sebabnya permintaan terhadap listrik akan terus meningkat, termasuk di kawasan Asia Pasifik. Di kawasan ini, masyarakat dan arus urbanisasi yang cepat meningkatkan permintaan akan energi.
Sementara itu, dunia tengah bertransisi dengan cepatnya menuju ke bauran energi dengan tingkat karbon yang lebih rendah. Nilai investasi untuk transisi energi di tingkat dunia, termasuk pembelanjaan untuk pembangunan kapasitas energi terbarukan, mobil listrik dan infrastruktur pengisian daya listrik, serta untuk teknologi penyimpanan energi, telah mencapai lebih dari USD500 miliar untuk pertama kalinya pada tahun 2020. Meskipun penggunaan energi terbarukan semakin cepat di sejumlah wilayah seperti di Eropa, energi tersebut hanya ditargetkan untuk memberikan sekitar 50% dari pasokan listrik pada tahun 2040.
Di saat transisi ini berlangsung, instalasi bertenaga energi terbarukan dan gas dipercepat penempatannya di berbagai lokasi strategis. Instalasi-instalasi itulah yang dapat memuluskan jalan untuk penurunan emisi dalam jumlah besar dalam waktu yang cepat, serta memberikan daya listrik yang dapat diandalkan dengan harga yang terjangkau. Sebuah buku putih yang diterbitkan oleh GE dengan judul ‘Accelerated Growth of Renewables and Gas Power Can Rapidly Change the Trajectory on Climate Change’ menjelaskan tentang bagaimana energi gas yang dikombinasikan dengan energi terbarukan dapat memuluskan jalan menuju dekarbonisasi.
Berbagai solusi ini dibicarakan dalam sebuah diskusi meja bundar virtual bersama media yang diadakan oleh GE Gas Power dengan tema ‘Pathways to Faster Decarbonization with Gas and Renewables’. Dalam acara itu, Jeff Goldmeer, Emergent Technologies Director GE, menyajikan suatu tinjauan global tentang topik tersebut. Sesudah presentasi pemikiran terbaik inilah saya mendapatkan kesempatan untuk duduk dalam diskusi panel regional bersama dengan Ramesh Singaram, President & CEO GE Gas Power, Asia, dan Andrew Bedford, Director – Advisory & Energy Transition, KBR, untuk menyajikan sudut pandang kami tentang keadaan di kawasan Asia Pasifik.
ENERGI TERBARUKAN DAN GAS SALING MELENGKAPI
Di negara-negara ASEAN, sektor energi bertumbuh seiring dengan pertumbuhan infrastruktur. Di Asia Utara pertumbuhan tersebut sebagian besar didorong oleh adanya sejumlah penggantian dan terjadinya transisi menuju ke energi terbarukan. Sementara itu, Australia dan Selandia Baru memberikan fokus yang signifikan pada solusi grid firming. Namun, tujuan yang lebih besar dari itu semua adalah menjadikan gas sebagai pelengkap untuk pertumbuhan energi terbarukan dan pada perekonomian yang sedang melakukan dekarbonisasi.
Berdasarkan pada kapasitas terpasang saat ini di Asia Pasifik pada tahun 2019, bauran energi mencapai 898GW dan diharapkan akan mendapatkan tambahan kapasitas sebesar 410GW pada dasawarsa mendatang. Gas menyumbangkan 300GW dalam bauran energi pada tahun 2019 dan diharapkan memberikan tambahan kapasitas sebesar 95GW pada dasawarsa mendatang. Di sisi lain, energi terbarukan menyumbangkan 258GW pada bauran energi pada tahun 2019.
Energi gas memberikan keuntungan tersendiri dalam mendukung pertumbuhan energi terbarukan di seluruh kawasan. Pasokan gas berlimpah, tersedia, dan harganya terjangkau, serta akan menjadi semakin terjangkau di masa depan. Gas memberikan solusi paling bersih dalam produksi energi dibandingkan dengan semua bahan bakar fosil tradisional. Selain itu, gas memuluskan jalan menuju ke perubahan di masa depan, yakni ke kondisi karbon rendah atau hampir nol dengan teknologi carbon capture, utilization and sequestration (CCLUS).
Gas juga dapat diandalkan, dan dapat disalurkan pada waktu terjadi kondisi cuaca ekstrem atau ketidakstabilan pasokan energi. Teknologi baterai yang ada saat ini masih menyebabkan penundaan pasokan daya yang lama di saat terjadinya cuaca buruk di jaringan. Teknologi baterai biasanya dapat digunakan untuk penyimpanan energi terbarukan dalam waktu yang singkat (umumnya <8 jam), sedangkan gas harganya terjangkau untuk memenuhi peningkatan permintaan pasokan daya dalam waktu yang lebih lama. Selain itu, pembangkit bertenaga gas memiliki sifat yang fleksibel, artinya pembangkit tersebut dapat dengan cepat menambah atau mengurangi pasokan daya di saat terjadinya ketidakstabilan dari sisi permintaan.
Pembangkit bertenaga gas dapat ditempatkan di kawasan lahan berukuran kecil sehingga ukuran ruang fisik yang dibutuhkan jauh lebih kecil daripada pembangkit bertenaga angin dan matahari. Biaya infrastruktur transmisi daya yang semakin turun berdampak positif pada konsumen energi.
MENGGARAP POTENSI TEKNOLOGI ENERGI GAS
Solusi energi gas sudah tersedia saat ini untuk menghantarkan Asia Pasifik menuju pengurangan emisi. Saat ini, peningkatan solusi dapat dimanfaatkan untuk menaikkan efisiensi pada turbin bertenaga gas yang sudah ada, sekaligus menurunkan volume emisi. Misalnya di Malaysia, kita melihat adanya peluang peningkatan kemampuan yang signifikan, terutama pada installed base saat ini sebesar 6B & 9E unit. Saat ini, kami bekerja sama dengan pemangku kepentingan setempat untuk menjajagi peningkatan pada sistem pembakaran standar ke sistem pembakaran Dry Low NOx (DLN). Ini sesuai dengan target pemerintah dalam mengurangi emisi CO2 sebesar 45% pada tahun 2030 sebagaimana dijabarkan dalam dokumen ‘Malaysia Intended Nationally Determined Contribution Plan’.
Di masa lalu, pembangkit bertenaga gas memberikan daya yang efisien pada beban dasar, namun sekarang pembangkit tersebut diminta untuk melengkapi kapasitas daya yang bersumber dari tenaga matahari dan angin yang tergantung pada faktor cuaca. Hal yang lebih penting lagi, pembangkit bertenaga gas dapat memperkuat kinerja jaringan ketika energi terbarukan terganggu oleh cuaca. Sistem pembakar Dry Low NOx tidak saja memberikan fleksibilitas, namun juga membantu memenuhi tuntutan dari regulasi mengenai emisi yang semakin ketat.
Banyak pembangkit listrik di Asia Pasifik masih menggunakan turbin bertenaga gas yang dibangun pada tahun 1980-an dan terus beroperasi dalam model siklus sederhana pada tingkat efisiensi di bawah 30 persen. Mengubah pembangkit seperti itu menjadi siklus kombinasi – hal yang dapat dicapai dalam waktu hanya 16 bulan – membuat pembangkit tersebut mampu menghasilkan daya listrik tambahan hingga lebih dari 50 persen dengan menggunakan jumlah bahan bakar yang sama.
Pembangkit bertenaga gas sifatnya fleksibel, dapat beroperasi selama lebih dari 30 tahun. Oleh karena itulah ketika pembangkit ini mengadopsi teknologi yang lebih efisien, seperti turbin H-class GE yang sudah mencatat dua rekor dunia untuk efisiensi siklus kombinasi, maka pembangkit tersebut dapat membantu pemiliknya untuk menurunkan jumlah emisi pada setiap megawatt daya listrik yang dihasilkannya dalam waktu puluhan tahun ke depan. Di Malaysia, baru-baru ini GE mengumumkan dimulainya operasi komersial pembangkit listrik siklus kombinasi Track 4A di Johor, yang menggunakan turbin gas 9HA.02 GE. Di pembangkit itulah turbin 9HA.02 GE untuk pertama kalinya beroperasi di dunia.
Dari sisi pra-pembakaran, terdapat banyak pendekatan pada bahan bakar berkarbon rendah atau bebas karbon, termasuk penggunaan hidrogen untuk pembangkit listrik. Saat ini, GE memiliki pengalaman terbesar dalam penggunaan bahan bakar alternatif dengan pemanasan rendah, termasuk hidrogen untuk pembangkit listrik. Sebagai pemimpin dunia dalam fleksibilitas bahan bakar gas untuk turbin, GE memiliki lebih dari 75 turbin yang beroperasi dengan menggunakan bahan bakar pemanasan rendah, termasuk campuran hidrogen dan gas alam. Turbin-turbin itu telah mencatat lebih dari 6 juta jam operasional. Di kawasan ini, GE baru-baru ini mengumumkan satu proyek percontohan terkini untuk pelanggan, yang menggunakan teknologi turbin F-class GE untuk menggerakkan pembangkit listrik bertenaga gas alam yang mampu menggunakan dua jenis bahan bakar/hidrogen yang pertama di Australia. EnergiAustralia telah memesan teknologi turbin gas 9F.05 GE untuk menggerakkan pembangkit listrik Tallawarra B, yang membantu meningkatkan keandalan pada jaringan energi dan membantu memastikan agar konsumen listrik di New South Wales tetap mendapatkan pasokan listrik dengan harga terjangkau dan dapat diandalkan. Pembangkit listrik tersebut akan beroperasi dengan fleksibilitas operasional yang tinggi sebagai pembangkit “peaker”, yang berproduksi dengan cepat ketika dibutuhkan untuk menstabilkan jaringan listrik di saat terjadi peningkatan permintaan. Pembangkit tersebut akan menggunakan sebagian volume hidrogen untuk menurunkan jejak emisinya. Proyek Tallawara tersebut akan menjadi stasiun pembangkit listrik ‘dispatchable’ yang dibangun di NSW dalam waktu 12 tahun terakhir, dan menjadi proyek pertama yang menggunakan portofolio turbin gas 9F.05 canggih dari GE di Asia, yakni teknologi F-class tercanggih pada aplikasi 50 Hz. Portofolio turbin F-Class GE memiliki kemampuan untuk membakar level hidrogen dari 5% (volumenya) hingga 100%.
Negara-negara di Asia Pasifik memiliki potensi yang luar biasa besar untuk membangkitkan listrik dengan bahan bakar terbarukan yang murah, dan bahkan telah merancang cara untuk menghasilkan hidrogen hijau dan biru. Bahan bakar yang ekonomis ini memiliki banyak potensi untuk menghasilkan diversifikasi sumber daya listrik di kawasan itu. Australia, Singapura, dan Jepang tengah menyatakan komitmen yang kuat dan erat bekerja sama dengan para pemain di sektor industri untuk menjadikan hidrogen terjangkau harganya, andal, dan berkelanjutan.
Masalah keandalan dan keamanan terus-menerus muncul di sejumlah pasar yang banyak menggunakan energi terbarukan. Di Vietnam, rencana pengembangan terkini yang disebut Power Development Plan 8 menyebutkan kapasitas pembangkitan listrik sekitar 54GW. Dalam rencana tersebut, berbagai proyek yang dicantumkan memperlihatkan adanya pergeseran menuju pada penggunaan gas (dari sumber lokal/impor) dan energi terbarukan.
Energi terbarukan masih menghadapi permasalahan di sekitar awal tumbuh kembangnya, tidak saja terkait kelangkaan daya baterai untuk penyimpanan energi yang dihasilkan pada skala yang besar. Transmisi yang mencaplok lahan masih menjadi masalah rumit, selain tidak adanya konsistensi dalam kebijakan yang mempersulit penentuan harga jangka panjang.
Meski demikian, di bawah PDP 8, GE melihat adanya peluang untuk bekerja sama dengan energi terbarukan dan memperkuat jaringan demi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada konsumen energi.
Ada banyak jalan yang dapat dilalui untuk sampai pada masa depan energi yang lebih bersih dengan gas, dan kita perlu mengadopsi berbagai solusi untuk mengambil tindakan yang menentukan demi penuntasan krisis iklim dunia saat ini juga – bukan nanti.
Tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua pada upaya mencapai dekarbonisasi. Jalan ke depan menuntut kerja sama antara gas dan energi terbarukan.