William Blake mampu melihat peluang dari sebutir pasir. Sumitra Rajagopalan, penemu dan CEO perusahaan smart materials Bioastra Technologies Inc., juga memiliki pemikiran yang sama.
Bioastra berawal dari perusahaan penyedia alat-alat kesehatan dan medis yang telah bekerjasama dengan pemain-pemain besar di industri untuk mengkomersialisasikan advanced biomaterials yang diperuntukkan bagi teknologi medis terbaru seperti injectable implants, dan sistem pemberian obat dan deteksi mikroba. Namun, hal ini tidak menghentikan Rajagopalan untuk mengikuti Open Innovation Challenge guna menemukan material pengganti pasir yang selama ini digunakan untuk prosedur hydraulic fracturing pada sumur-sumur migas.
GE dan perusahaan energi asal Norwegia, Statoil membuka challengetersebut pada awal tahun ini. Prosedur fracturing migas dilakukan dengan cara memompa air yang dicampur dengan pasir atau keramik ke dalam sumur. Tekanan air akan membuka celah-celah kecil dalam bebatuan yang menyimpan minyak dan gas. Butiran pasir menjaga celah-celah tersebut tetap terbuka, sehingga minyak dan gas yang tersimpan dapat keluar. Namun, dibutuhkan berton-ton pasir dan ratusan kali perjalanan dengan truk untuk melaksanakan prosedur ini. “Perjalanan ini dapat mengakibatkan kerusakan pada jalanan, keributan, debu dan emisi,” ujar Eric Gebhardt, chief technology officer untuk GE Oil & Gas. “Kami mengadakan challenge ini untuk menemukan cara yang lebih efektif.”
Pada bulan Juli, Bioastra dinyatakan sebagai salah satu dari lima pemenang. “Banyak dari kami yang semula terkecoh,” katanya. “Kami bereksperimen dengan injectable implants yang dapat merespon rangsangan eksternal seperti temperatur, dan berubah dari cair menjadi solid saat berada di dalam tubuh. Tapi sebetulnya, material tersebut tidak peduli apakah ia berada di dalam tubuh atau sumur minyak.”

Atas: partikel berbentuk huruf X milik Hoowaki di sebelah kanan dan butiran pasir di sebelah kiri. Kredit gambar: Hoowaki. Atas: Pasir yang digunakan oleh Statoil untuk hydraulic fracturing hari ini. Kredit gambar: Tom Paine AP/Statoil
Bioastra menemukan partikel komposit yang dapat mengembang sepuluh kali lebih besar dari ukuran sebenarnya jika berada dalam cairan. Seperti material yang digunakan untuk memproduksi tulang rawan buatan dan ogen oklusif untuk kebutuhan operasi, sangat lentur dan mampu menyesuaikan diri dengan baik pada lubang-lubang kecil di sumur. “Partikel tersebut akan mengembang jika berinteraksi dengan air dan panas,” kata Rajagopalan.
Empat pemenang lainnya mengajukan berbagai material fantastis dari mulai keramik berteknologi tinggi sampai biopolymer dan partikel yang dapat mengganjal lubang-lubang pada sumur. Hoowaki, yang berbasis di Pendleton, S.C., menciptakan ceramic proppant berbentuk huruf x yang menjaga lubang-lubang pada serpihan gas tetap terbuka dan mengurangi pengendapan hingga 50 persen (lihat gambar atas). University of North Dakota’s Energy & Environmental Research Center (EERC) di Grand Forks menemukan partikel keramik yang terbuat dari bijih-bijih besi yang dapat ditemukan dengan mudah di daerah tersebut, 40 persen lebih tipis dari pada ceramic proppant yang sudah ada (lihat gambar di bawah), Semplastics dari Oviedo, Fla., mengajukan material keramik anti hancur yang memiliki separuh kepadatan pasir, dan Biopolynet dari Fredericton, New Brunswick, menemukan fluid additive yang membantu proppant menempel pada permukaan.

EERC Senior Research Advisor, John Hurley, sedang bekerja di Fuels and Materials Research Laboratory milik EERC. Kredit gambar: EERC
Seluruh tim pemenang berhak menerima hadiah uang senilai $25.000, berikut dana tambahan senilai $375.000 dari konsorsium yang mendukung pengembangan potensi dan komersialisasi ide mereka, jika berhasil memenuhi berbagai syarat yang ada. “Tujuan utamanya adalah untuk membangun portfolio beragam teknologi yang dapat mengurangi emisi terhadap lingkungan, sekaligus meningkatkan efisiensi,” tandas Lars Hoier, senior vice president for Research, Development and Innovation Statoil, dalam siaran pers.
Gebhardt dari GE mengemukakan keinginan untuk menguji dan memproduksi lebih lanjut untuk melihat bagaimana teknologi yang diajukan tersebut bekerja. “Kami sangat senang dan bersyukur atas respon yang diberikan, bahkan banyak partisipan yang bukan merupakan pemain-pemain di industri energi,” ujar Gebhardt.
GE dan Statoil juga telah mengumunkan challenge kedua yang berfokus kepada penggunaan air dalam proses fracking. Challenge dibuka hingga 24 September, 2015.