Berbagai teknologi dan sektor industri bekerja di tengah ekosistem energi untuk memberikan mereka daya yang dibutuhkan. Produksinya melibatkan beberapa proses, seperti pemurnian, penyulingan, pengiriman dan penyimpanan bahan bakar, pengadaan listrik, transmisi, distribusi, sampai pengelolaan konsumsi.
Perubahan ekosistem
Ekosistem energi global pun telah mengalami fase transformasi yang terdorong pesatnya kemajuan teknologi, meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan, perubahan perilaku konsumen, kebijakan baru, ketersediaan dan penetapan harga bahan bakar, hingga keterbatasan sumber daya. Dan perubahan pada satu segmen ekosistem bisa memiliki efek dramatis dari sektor hulu sampai ke hilir.
Kunci transformasinya terletak pada konsumsi listrik, DSM (demand side management), elektrifikasi di berbagai sektor, distribusi pembangkit listrik, dekarbonisasi, dorongan untuk mencapai akses listrik yang universal, tumbuhnya pasokan gas, juga pengadaan energi dari air, serta digitalisasi energi secara umum.
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi pun permintaan kian bertambah. Namun, dengan peningkatan informasi pada konsumen dan teknologi pengawasan produksi dan pengelolaan energi, tuntutan efisiensi energi menjadi sangat penting.
Perjanjian DSM di antara perusahaan penghasil dan konsumen energi skala besar, untuk menekan konsumsi di saat permintaan sedang tinggi-tingginya sudah ada selama berpuluh-puluh tahun.
Pengenalan berbagai perangkat cerdas menunjukkan bahwa DSM bisa diterapkan pada skala sangat besar, sampai permukiman penduduk. Diversifikasi portofolio energi serta meningkatnya peran energi baru terbarukan (EBT) membuat peran DSM makin penting, terutama pada puncak produksi EBT.
Dengan makin banyaknya perangkat dan alat yang dialiri listrik; perangkat unit seperti mobil, kereta api, peralatan industri, bahkan pesawat terbang, kelak akan digerakkan oleh listrik, ketimbang bahan bakar.
Selain itu, makin terdistribusinya urusan ketenagalistrikan, membuat biaya teknologi surya makin berkurang; dengan syarat, teknologinya unggul, dan penerapan distribusi pembangkitnya terpercaya. Serta, alat pemantau jarak jauhnya memiliki kemampuan mumpuni untuk memainkan peran penting pada prosesnya.
Kesadaran akan perubahan iklim global juga mendorong penerapan dekarbonisasi, dan mempengaruhi sektor energi secara keseluruhan. Peningkatan efisiensi dan diversifikasi terhadap sumber energi, secara intensif akan mengurangi produksi karbon, dan mengurangi emisi CO2 pada pembangkit tenaga listrik.
Kini, 1,2 miliar orang masih belum bisa menikmati listrik, dan sekitar 2 miliar orang telah memiliki akses, namun tidak cukup bisa diandalkan. Lewat kolaborasi dengan pemerintah, lembaga pembiayaan, dan LSM, industri energi diharapkan terus berupaya mengurangi angka-angka tersebut; terutama karena kenaikan permintaan diperkirakan mencapai 50 persen dalam 20 tahun ke depan.
Lalu, pengadaan energi gas juga berkembang pesat, dengan perkiraan peningkatan pembangkit listrik baru bertenaga gas, hingga 28 persen, sampai 10 tahun mendatang; dan 22 persen listrik global akan dihasilkan dari gas pada 2025. Seiring hal itu, transformasi ini juga diiringi dengan makin meningkatnya kebutuhan global terkait sumber bahan bakar yang lebih bersih.
Saat ini tercatat, masih ada 650 juta orang yang masih kekurangan akses terhadap air bersih. Padahal, penyulingan bahan bakar dan produksi listrik juga membutuhkan air dalam jumlah besar. Bahkan menurut badan energi internasional (International Energy Agency), penggunaan air untuk sektor energi diperkirakan meningkat sampai seperlima, pada 2035. Dan air yang terpakai serta tidak bisa dikembalikan ke sumbernya –karena penguapan– kemungkinan meningkat sampai 85 persen.
Untuk itu digitalisasi perlu berjalan secara konsisten dalam transformasi ekosistem global. Digitalisasi bisa memberikan pemahaman dan peningkatan efisiensi yang lebih baik di seluruh rantai pasokan energi. Pembangkit listrik gas yang sudah mengoptimalkan teknologi digital bisa meningkatkan efisiensi bahan bahar sampai 3 persen, dan mengurangi downtime hingga 5 persen.

Pendekatan holistik
Kompleksitas yang menghubungkan berbagai hal di seluruh ekosistem energi ini pun menimbulkan tantangan buat para leader di industri kelistrikan, di manapun. Oleh karena itu, sangat krusial untuk menemukan pendekatan holistik yang bisa membantu mereka mengelola kompleksitas tadi, serta menjawab tantangan transformasi ekosistem energi global.
Untuk itu, Chief Marketing Officer GE, Kazunari Fukui menerangkan berbagai solusi yang ditawarkan GE di berbagai titik ekosistem energi, untuk bisa menghadapi tantangan transformasi, khususnya di Indonesia. Menurut Fukui, dengan pendekatan holistik yang efisien –dari hulu ke hilir– lalu ke proses produksi energi, akan menghasilkan pasokan energi berkualitas, sesuai kapasitas yang dibutuhkan.
Ia juga menyatakan, sebetulnya ada beberapa sektor industri di Indonesia yang berpotensi bisa mengoptimalkan kualitas operasionalnya, melalui implementasi perbaikan transmisi, distribusi, dan tentu saja, produksi.
Kombinasi perbaikan tersebut, nantinya bisa menghasilkan penghematan biaya sampai 50 miliar dolar AS. Hal ini menjadikan pendekatan holistik makin menarik, karena selain nilai tambah pada pembangkitan energi, ada aspek positif lain yang juga bisa didapatkan dari pengembangan ekosistem secara keseluruhan.
Portofolio teknologi GE diakui paling efisien dan komprehensif untuk tiap dan berbagai kebutuhan pembangkit tenaga listrik. “Teknologi GE telah menghasilkan lebih dari 20 persen listrik di Indonesia, dan lebih dari 8GW dihasilkan dari turbin gas GE. Melihat hal ini, GE merasa bertanggung jawab untuk memberikan nilai lebih baik pada ekosistem produksi energi,” ujar Kazunari Fukui.
Ia juga menyatakan, bahwa Indonesia membutuhkan pembangkit listrik yang skalanya lebih kecil dan lokal; maka itu perlu kombinasi dengan microgrid dan pembangkit energi baru terbarukan, atau sistem hibrida. Dan semua itu bisa didukung dengan teknologi GE.
Diuraikannya pula, bahwa GE telah melengkapi 90 persen utilitas listrik di seluruh dunia untuk menghasilkan tenaga andal dan efisien dari mulai produksi sampai ke pengguna; dan melayani pelanggan global, dengan dukungan tim yang bekerja di 80 negara.
Selain itu, GE juga menawarkan berbagai solusi dekarboniasi lingkungan produksi energi, dari mulai turbin angin, tenaga air, tenaga surya, sampai EBT lainnya. Meski demikian, peningkatan efisiensi PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) berbahan bakar batu bara juga sangat penting untuk menekan jumlah karbon dari pembangkit tersebut.
Dan terkait digitalisasi, GE menawarkan Predix, yang bisa menghubungkan semua produk –termasuk produk non GE–. Predix bisa menjaring data, menghitung, dan memprosesnya untuk kemudian dianalisis. “Dengan teknologi itu, kita jadi bisa mendapatkan data, memahaminya, dan menggunakannya untuk mendorong optimalisasi performa mesin. Jadi, Predix hadir sebagai inonvasi digital, untuk optimalisasi menyeluruh pada Energy Ecosystem,” pungkas Fukui.