Skip to main content
×

GE.com has been updated to serve our three go-forward companies.

Please visit these standalone sites for more information

GE Aerospace | GE Vernova | GE HealthCare 

header-image

Fikarina, Perempuan yang Ingin Menerangi Seluruh Nusantara

July 26, 2017
Masih segar di ingatan Fikarina ketika Ia pertama kali menginjakkan kakinya di Makasar, Sulawesi Selatan, sembilan tahun lalu. Ia mendarat sekitar pukul 10 malam, dan terkejut melihat suasana kota tak sebenderang kota-kota besar yang ada di Pulau Jawa.
“Di sana gelap sekali, dan makin masuk ke daerah pedalaman, makin gelap lagi, karena tidak ada listrik sama sekali. Mobil kami sampai menabrak anjing karena susah lihat jalan,“ kata Fikarina.

Bersama dengan tim yang beranggotakan tiga orang, Fikarina adalah satu-satunya perempuan dalam rombongan. Dari Makasar, ia menuju ke Sengkang, untuk meninjau lokasi pemasangan pembangkit listrik, yang jarak tempuhnya mencapai enam jam perjalanan darat. Sepanjang jalan, Ia tak berhenti berpikir mengenai kehidupan warga daerah tanpa aliran listrik.

Mulai dari bagaimana nasib anak-anak yang harus belajar di malam hari, hingga pelayanan rumah sakit yang membutuhkan listrik untuk menindak pasien dalam keadaan darurat. "Pengalaman saat itu benar-benar membuka mata saya tentang betapa pentingnya pekerjaan yang saya lakukan saat ini,” tuturnya.

Fikarina, yang kini bekerja sebagai Lead Engineer Combine Cycle Product Line and Performance di GE Indonesia, bisa dibilang ahli dalam merancang pembangkit listrik; utamanya pembangkit yang dapat menghemat bahan bakar dan ramah lingkungan.

Berkecimpung di dunia mesin pembangkit jelas bukan hal yang familier untuk perempuan. Bekerja dengan alat-alat berat dan berpetualang ke berbagai daerah adalah salah satu tantangan yang harus dihadapi sebelum menduduki posisinya saat ini. Hebatnya, ibu satu anak ini mampu menaklukkan semua tantangan itu, dan menekuni profesi ini hampir selama 15 tahun.

Saat ditanya tentang alasan terjun ke dunia yang identik milik lelaki ini, Fikarina menjawab lugas bahwa bidang ini memang hal yang ia minati sejak kuliah. “Saya ambil jurusan rancang pabrik. Saat itu juga tidak menyangka, bahwa nanti bekerjanya harus sampai manjat-manjat segala,” ceritanya sambil tertawa.

Soal dunia kerja yang terkesan maskulin, Fikarina menganggapnya biasa saja. Apalagi sejak kuliah ia sudah terbiasa dengan jumlah wanita yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki untuk jurusannya. Sewaktu Ia menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung, kata dia, dari 92 Mahasiswa jumlah perempuannya kurang dari sepertiga. “Dan makin ke jurusan makin sedikit. Untuk Rancang Pabrik saat itu bahkan hanya sekitar 10 orang,” jelasnya.

Meskipun begitu, menyelami dunia teknisi memang tak pernah ia sangka sebelumnya. Apalagi sewaktu kecil sebagai anak perempuan, impiannya adalah menjadi puteri-puteri ala negeri dongeng. Hobinya juga lebih ke masak memasak. Ia bahkan sempat berpikir menjadi ahli gizi karena hobinya, tapi nasehat kakak lelakinya mendorong Fikarina untuk mengambil Teknik Kimia.

“Dia bilang, mau jadi ahli gizi masa badannya kurus. Lalu dia menyarankan untuk mencoba teknik kimia, apalagi saya juga suka pelajaran itu sewaktu sekolah.”

Fikarina mengaku ia agak lemah untuk ilmu sosial karena tidak begitu suka menghafal, dan sangat mencintai kimia karena bisa meracik-racik dan mencampur-campur material seperti memasak. ”Nah, sewaktu ambil kuliahnya saya pikir juga tidak jauh seperti sekolah. Ternyata beda jauh,” Ia bercerita sambil terkekeh.

Walau jauh dari bayangannya, kecintaannya terhadap kimia ternyata bersambut sangat baik semasa kuliah. Fikarina bisa mempertajam ilmunya dan mengasah pengalamannya melalui berbagai ajang kompetisi. Hingga ia akhirnya memilih jurusan rancang pabrik yang minim peminat perempuan; ia pun ingin membuktikan bahwa gendernya tidak membatasi kemampuannya bersaing dengan laki-laki dalam bidang ilmu yang ia tekuni. Walhasil, bersama seorang rekannya, Fikarina pun berhasil menjadi juara nasional dalam kompetisi rancang pabrik saat itu.

Selepas kuliah, wanita yang sangat mengagumi ilmuwan dan ahli kimia Marie Curie ini pun tanpa ragu mendaftarkan dirinya untuk menjadi engineer di Alstom Power pada 2004, sebelum perusahaan ini diakuisisi oleh GE pada 2015. Lolos dan diterima bekerja, saat itu Fikarina menjadi satu-satunya perempuan yang bekerja sebagai engineer di bidang kelistrikan di Surabaya.
image

Pertama bekerja, respon rekan-rekannya jelas seakan meremehkannya. Mereka, kata Fikarina, menduga dirinya tak kan sanggup bertahan lama bekerja. “Tapi Alhamdulillah saya bisa tekuni pekerjaan ini. Saya mencoba meyakini ini bukan masalah gender, ini hanya masalah orangnya yang bisa atau tidak untuk menjalani.”

Kinerja Fikarina yang cemerlang ternyata tak hanya membawa prestasi dan kesempatan untuk dirinya sendiri, namun juga membuka kesempatan untuk wanita lain. Pekerja-pekerja atau insinyur wanita mulai berdatangan ke perusahaan dan mengisi posisi-posisi strategis lainnya. Bahkan pernah di divisi teknis tempat Fikarina bekerja, pegawai wanitanya mencapai lebih dari separuh kuota.

Intinya, ujar Fikarina, kesempatan selalu terbuka buat siapa saja tanpa memandang jenis kelamin. Di tempat Ia bekerja, yang diutamakan adalah profesionalitas. Menurutnya, perusahaan juga mengerti bagaimana posisi wanita. Selama si pekerja bisa terbuka dengan manajemen, dukungan akan selalu diberikan agar pekerjaan tidak memberatkan salah satu pihak. “Kita bekerja memiliki target, dan itu yang harus tercapai, jangan sampai terhambat.”

Oleh karena itu, Ia menyarankan agar para perempuan tidak gentar untuk menekuni pekerjaan di dunia ini. Jika memang sudah berminat dan memiliki tekad menjadi engineer di dunia listrik, lebih baik bulatkan tekad dan jangan ragu untuk belajar dari siapapun.

“Yang jadi tantangan di dunia ini adalah bagaimana kita mengembangkan ilmu dan kapasitas, agar bisa terus mengejar teknologi. Hambatan tidak pernah datang dari gender kita, karena ini dunia profesional,” ujarnya.

Salah satu hal yang membuat Fikarina tetap termotivasi dan mencintai pekerjaannya saat ini tak lain datang dari pengalamannya sebagai engineer. Melihat masih banyaknya daerah di Nusantara yang belum mendapat akses listrik, menjadi pendorong Fikarina untuk terus bekerja dan merancang pembangkit yang bisa membantu kehidupan para warga. “Saya ingin listrik itu bisa ada di mana-mana karena bagaimanapun listrik itu ibarat lampu untuk peradaban,” pungkasnya.