Skip to main content
×

GE.com has been updated to serve our three go-forward companies.

Please visit these standalone sites for more information

GE Aerospace | GE Vernova | GE HealthCare 

header-image

Saat Shinta Kamdani Bersintesa dengan Energi Bersih

Lukya Panggabean
February 15, 2019
Pemilik dan CEO Sintesa Group, Shinta Widjaja Kamdani (51), mengaku beberapa anak perusahaannya sedang fokus mengembangkan bisnis energi di Indonesia. Namun bisnis energi yang ia geluti harus berpedoman pada suatu aspek. Apakah itu? Dan anak perusahaan apa saja yang terlibat dalam proyek energi? Kita ikuti wawancara GE Reports Indonesia dengan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri bidang Hubungan Internasional  ini di kantornya di Jakarta.
Memangnya bisnis energi jenis apa yang ingin anda geluti?

Prinsipnya harus energi bersih dan turunannya. Ini karena kita punya kepedulian pada pembangunan berkelanjutan (sustainable development) , hal ini sejalan  dengan visi 2020 kami yakni– Towards Sustainable Excellent Company. Visi 2020 kami terdiri- dari rencana strategis pengembangan energi bersih yang ramah lingkungan dan energi terbarukan lainnya. Pengembangan lini usahanya melalui dua strategi utama: pertumbuhan organik dan anorganik. Kita cukup aktif dan selektif dalam mengikuti serta memenangkan tender-tender pembangkit listrik yang diselenggarakan oleh PLN sebagai contoh dari rangkaian strategi pertumbuhan organik kami.

Bisa dijelaskan alasan dan kapan masuk ke bidang energi?

Kami tertarik masuk ke lini energi karena merasa bahwa bisnis infrastruktur ini kedepan cukup menarik. Proyek pertama kami di sumatera selatan adalah mengembangkan pembangkit listrik tenaga gas  dengan mitra-mitra kami, saat itu kami memenangkan konsensi untuk melakukan pembangunan fasilitas PLTG ini, hingga dapat mulai beroperasi tahun 2007.   Saat ini kami tengah mengerjakan project panas bumi di kawasan Pandeglang Banten. Selain juga kami meihat potensi pengembangan PLTPB di kawasan Sulawesi Utara yang kebetulan berdekatan dengan pengembangan pembangunan proyek kami yang lain.  Pada dasarnya dalam memilih teknologi pembangkit listrik selain gas dan panas bumi kami jua melihat potensi di PLTS atau yang lain yang tengah kami pelajari secara intensif.

Bisa dijelaskan “pembagian tugas” masing-masing anak perusahaan untuk berbisnis energi ini?  Mungkin pertama untuk geothermal.

Sintesa Group memiliki empat lini usaha atau pilar usaha. Properti, Industri Manufaktur, Produk Konsumer dan Energy. Di sektor energy, saat ini kami mengoperasikan IPP PT Meppogen dengan kapasitas 110 MW PLTGU yang tengah kami tingkatkatkan kapasitasnya menjadi 150 MW. Lebih lanjut bila memungkinkan tahap berikutnya adalha mengeembangkan dengan  sistem yang sama sehingga kapasitas total kami nanti bisa menjadi 300 MW.  Anak perusahan kami yang lain PT Sintesa Banten Geothermal, saat ini tengah memfinalisasi perencanaan perencanaan eksplorasi  untuk mendapatkan tenaga panas bumi setidaknya 100 MW. Di kawasan pandeglang Banten. PT SIntesa Green Energy tengah mempelajari berbagia potensi pembangkit yang lain speerti msialnya tenaga surya, tenaga bayu, biomasa dll. Perusahaan terakhir ( Sintesa Green Energy) ini lebih banyak ditugasi untuk melakukan kajian kajian terhadap baik potensi bisnisnya maupun teknologinya.

Untuk PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)?

Untuk PLTS seperti tadi sudah disampaikan dari peran anak perusahaan yang melakukan kajian, bisa dijelaskan bahwa kita pernah mencoba untuk menjalin kerjasama dnegan Sun Edison dari Amerika Serikat serta anak perusahaaan BUMN untuk bersama-sama membangun pembangkit listrik tenaga surya di Bali dengan kapasitas maksimal 30 MW. Sayangnya partner Amerika kami harus menutup perusahannya hingga project ini belum dapat dilanjutkan.

Untuk PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap)?

Seperti penjelasan di awal bahwa operasi PLTGU kami dilakukan oleh PT Meppogen,  saat ini kami tengah menyelesaikan tahap pengembangan kami ke kapasitas ke 150 MW yang berharap dalam waktu dekat bisa segera dioperasikan. Kedepan jika dimungkikan kita akan melakukan ekspansi dengan kapasitas 300 MW. Tantangan yang kami hadapi sekarang selain kendala kendala teknis, juga terimbas pada dampak pengaturan tata niaga gas yang cukup menganggu karena kami tidak pernah bisa men-secure supply gas dalam jangka waktu yang sehat menurut hitungan bisnis. Karena harga gas yang fluktiatif dan pengaturan tata niaga gas di Indonesia hingga saat ini belum dimungkinkan untuk kontrak jangka panjang sehingga kita mengalami kesulitan seolah tidak ada jaminan kerbelangsungan supply gas.

Terkait Bio Massa?

Pada intinya kami terus mempertimbangkan pengembangan- pengembangan bisnis kami dibidang energy yang selaras dengan visi 2020 yang telah ditentukan. Bukan tidak mungkin kami juga akan menjajaki  bisnis Pembangkit Listrik Tenaga Bio Massa. Namun tentunya setelah melalui berbagai pertimbangan.  Pada dasarnya pengembangan di sektor yang satu ini kami juga pelajari kesertaan kami baik dalam bentuk kesertaan langsung ataupun tidak langsung, mungkin melalui skema merger atau akuisisi.

Adakah ketertarikan seperti di LNG?

Kami memiliki pengalaman yang cukup untuk melakukan pengoperasiaan PLTG dan PLTGU. Khusus untuk LNG memang ada beberapa tantangan yang harus dijawab terlebih dahulu misalnya terkait storage serta line of supply karena ini akan menjadi titik penting dari kelangsungan operasi PLTG dengan mempergunakan LNG.

Tanggapan tantangan fit and tarif di EBT (Energi Baru Terbarukan)?

Soal Feed-in Tarrif adalah hal yang baik untuk mempercepat pembangunan insfrastruktur kelistrikan di Indonesia yang kami ketahuin bahwa kebijakan feed-in tarrif ini  (FIT) khususnya untuk geothermal agak diskriminatif terhadap proyek-proyek yang tengah berjalan sehinga tampil tidak menarik bagi pemodal.  Kalau misalnaya pemerintah dapat memperbaiki kebijakan ini tanpa diskriminasi otomatis hal ini akan berdampak positif  bagi pertumbuhan ketersediaan tenaga listrik yang juga jadi cita-cita kunci pemerintah seebesar 35 gigawatt yang akan ditopang dengan eneri baru terbarukan, dimana berdasarkan data ESDM, Per-juni 2018  persentase untuk Renewable Energy sudah 11,68 %.

Terakhir, pengusaha wanita Indonesia bergerak disektor EBT dirasa masih sangat sedikit. Bagaimana tanggapan Anda?

Sebenarnyaa isu gender bukan masalah di lini usaha seperti ini. Kalau hanya sedikit perempuan yang memilih jalur usaha di lini ini mungin kebih karena mereka belum melihat kesempatan ini sebagiamana saya melihatnya sebagai peluang yang baik di sektor usaha walaupun dengan berbagai kendala yang harus dihadapi.

 

Artikel ini merupakan revisi dari tulisan sebelumnya.