Skip to main content
×

GE.com has been updated to serve our three go-forward companies.

Please visit these standalone sites for more information

GE Aerospace | GE Vernova | GE HealthCare 

header-image

Memanfaatkan Semburan Gas Suar

Lukya Panggabean
December 13, 2018
Semburan api dari cerobong-cerobong tinggi identik dengan fasilitas di lapangan eksplorasi dan produksi minyak dan gas bumi milik perusahaan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Sebenarnya semburan itu bukan sekedar api biasa, melainkan gas suar yang sengaja dibakar karena belum bisa dimanfaatkan. Sayang? Tentu saja. Padahal, jika dimanfaatkan, gas suar tersebut bisa diolah menjadi Compressed Natural Gas (CNG), Liquefied Petroleum Gas (LPG), dan Dimetil Eter untuk memasok pembangkit listrik atau gas pipa bagi rumah tangga, industri, dan fasilitas milik KKKS itu sendiri.
Di Indonesia, SKK Migas memperkirakan volume potensi gas suar atau flare gas yang dihasilkan KKKS bisa mencapai 19,369 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD). Masing-masing potensinya diketahui mengandung tiga komposisi rantai gas berupa metana (C1), Hidrogen sulfida (H2S), dan karbon dioksida (Co2) dengan kadar yang beragam. Potensi ini terletak di 10 lapangan, yang daftarnya sebagai berikut ini:

  • Lapangan Zelda di lepas pantai (Offshore) Blok South East Sumatera (SES). Operatoranya adalah CNOOC. Perkiraan volume gas suarnya mencapai 5,18 MMSCFD.

  • Lapangan Grissik di Blok Corridor yang dioperatori ConocoPhillips Grissik Ltd di Sumatera Selatan. Perkiraan volume gasnya mencapai 2.149 MMSCFD.

  • Lapangan Suban Blok Corridor yang dikelola ConocoPhillips Grissik Ltd di Sumatera Selatan, perkiraan gas suarnya sebesar 0.926 MMSCFD.

  • Lapangan South Balam di Blok Rokan, Riau. Lapangan ini dikelola Chevron Pasific Indonesia (CPI). Potensi volume gas suarnya mendapatkan 1.691 MMSCFD.

  • Lapangan Rantau Bais yang juga berada di Blok Rokan dan dioperasikan Chevron Pasific Indonesia (CPI). Potensi volume gas suarnya mendapatkan 1,69 MMSCFD.

  • Lapangan Matra Blok South Sumatera yang dikelola Medco E&P Indonesia. Perkiraan volume gas suarnya sebesar 1,18 MMSCFD.

  • Di lima titik flaring lapangan Kaji Semoga di Blok Rimau Sumatera Selatan. Blok ini dioperatori Medco E&P Indonesia, perkiraan gas suarnya sebesar 0.749 MMSCFD.

  • Lapangan Subang wilayah Asset 3 Pertamina EP di Jawa Barat. Perkiraan gas suarnya sebesar 0.944 MMSCFD.

  • Lapangan Jatibarang darat (onshore) wilayah Asset 3 Pertamina EP di Jawa Barat. Perkiraan gas suarnya sebesar 4,14 MMSCFD.

  • Lapangan Jatibarang lepas pantai (Offshore) wilayah Asset 3 Pertamina EP di Jawa Barat. Perkiraan gas suarnya sebesar 0,72 MMSCFD.


Dari semua potensi di atas, pemerintah berencana agar bisa dimanfaatkan dan dikomersialisasi. Apalagi rencana ini bisa berdampak postif terhadap lingkungan, seperti satu di antaranya mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, pemanfaatannya bukan tanpa kendala. Volume gas suar di Indonesia dianggap masih relatif kecil, tidak stabil, temporer, serta memiliki kandungan CO2 dan H2S sehingga harus diproses dahulu sebelum dikomersialisasi.

Menyadari kondisi ini, pemerintah akhirnya menjual harga gas suar relatif lebih murah dibanding gas yang diproduksi di lapangan, yaitu sekitar US$ 4/MMBTU sesuai Permen ESDM 32/2017. Hal ini bertujuan untuk menarik investor dari berbagai Badan Usaha agar berminat mengembangkannya.

Menanggapi hal ini, Presiden Direktur Baker Hughes General Electric (BHGE) Indonesia, Iwan Chandra, menyatakan, peluang gas suar di Indonesia memang cukup lumayan karena bisa sampai dengan 10 sampai 19 juta MMSCFD, yang secara perhitungan kasar total dikonversi menjadi listrik sebesar 60 MW.

Iwan pun mengusulkan, untuk mempermudah pemanfaatan gas suar bisa berdasarkan kategori lokasi saja. Misalnya, jika potensi adanya di aktifitas eksplorasi anjungan lapangan lepas pantai, pemanfaatannya diutamakan untuk fasilitas itu sendiri agar ekonomis serta merubah aktifitas operasi yang menggunakan bahan bakar solar.

"Tapi kalau misalnya aktifitas di onshore mungkin bisa dimanfaatkan buat kawasan sekitar lapangan juga seperti untuk pasokan listrik dan gas rumah tangga ,” ujarnya kepada GE Reports Indonesia.

Ia menambahkan, sebenarnya rencana pemerintah untuk pengembangan ini sudah cukup lama. Hanya saja pemerintah butuh banyak waktu menyempurnakan peraturan untuk menarik investor. Penyempurnaan ini, lanjutnya, demi menjawab tantangan pengembangan gas suar yang memiliki beberapa kendala yang umum terjadi seperti; pasokan tidak stabil, kandungan H2S dan CO2 dan juga harga yang dipengaruhi komposisi, lokasi, dan volume gas suar.

“Keinginan Pemerintah mengkomersialisasikan gas suar agar tidak terbuang percuma ini bagus. Dan ini selaras dengan kapabilitas solusi dan teknologi fullstream BHGE,” ujar Iwan.

Berpengalaman lama

Dari sisi teknologi gas suar, BHGE telah andil lebih dari 25 tahun menyediakan ragam solusi teknologi pada layanan global. “Produknya antara lain ada kompresor kecil dari BHGE yang bisa langsung capture dari gas suar tersebut. Dengan kompresor kecil ini kami ikat preasure dan kemudian dijadikan listrik. Ini salah satu solusi yang kita bisa tawarkan,” tutur Iwan.

Selain itu, BHGE juga mempunyai teknologi pengukuran aliran gas suar secara digital. Jenis produk yang terkenal adalah Flare Gas Panametrics Ultrasonik flowmeters. Teknologi ini sudah dikenal secara luas karena aplikasinya dianggap memiliki akurasi tinggi, keandalan, respon yang cepat, validasi yang sesuai dan pemeliharaan yang mudah.

Sementara itu, dari sisi pengalaman, BHGE juga sudah banyak pengalaman di luar Negeri dengan tingkat tekanan dan volume gas suar lebih besar, satu di antara contohnya adalah di Negara Ghana, Afrika. Di sana GE Power bekerja sama dengan produsen listrik bernama Marinus Energy menangkap gas “limbah” untuk diolah menjadi listrik.

Pembangkit listrik bernama Atuabo dengan kapasitas 25 MW dari hasil kerjasama tersebut mampu menangkap isopentana dari cerobong gas suar yang kemudian dijadikan bahan bakar bagi turbin gas GE TM2500 seri terbaru. Setelah sukses menyalurkan listrik bagi 100.000 rumah tangga di Ghana, operator tersebut pun berencana menambah turbin pembangkit listrik Atuabo agar bisa mencapai kapasitas hingga 100 MW.

Selain di Ghana, BHGE juga ikut andil dalam proyek fullstream bagi fasilitas lapangan migas di Nasiriya, Irak. Satu di antara solusi teknologi yang diberikan adalah modular pemrosesan canggih untuk mengeringkan dan menekan gas suar agar bisa menghasilkan lebih dari 100 juta MMSCFD.