Skip to main content
×

GE.com has been updated to serve our three go-forward companies.

Please visit these standalone sites for more information

GE Aerospace | GE Vernova | GE HealthCare 

header-image

GE dan PLN Kembangkan Proyek GI Digital di Sepatan dan Teluk Naga

Lukya Panggabean
February 14, 2019
PT PLN (Persero) saat ini sedang mengembangkan dua proyek Gardu Induk Digital (GI) di GI 150kV Sepatan II Grid dan GI 150kV Teluk Naga II Grid di Tangerang, Banten. Keduanya merupakan proyek percontohan sekaligus merupakan penerapan GI digital pertama di Indonesia
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Barat, Haryanto WS menyatakan, penerapan GI digital saat ini masih dalam tahap pertama uji coba atau pilot project PLN. Menurut dia, jika pengembangan teknologi sudah matang dan menguntungkan dari berbagai faktor, PLN akan mempertimbangkan penerapan GI digital sebagai perkembangan utama.

"Lalu sepanjang cost benefit dan manfaatnya lebih keterima atau lebih baik dibandingkan faktor yang lain,” jelas Haryanto kepada GE Reports Indonesia di Jakarta.

Faktor lain yang dimaksud dalam komentar tersebut, menurut Haryanto, satu di antaranya adalah masalah keterbatasan lahan. Oleh karenanya, Haryanto menilai jika beberapa hal itu sudah terselesaikan, teknologi tersebut akan mumpuni dan dapat dilakukan secara sempurna, yang fungsi utamanya dalam mereduksi kebutuhan lahan.

"Di wilayah Jakarta bisa menjadi pertimbangan utama ke depannya dalam menggunakan teknologi digital substation ini karena memang tanah-tanah di Jakarta sudah mahal,” Haryanto menambahkan pembicaraan.

Country Director GE Grid Solutions Joko Prakoso menjelaskan, GI digital ini nantinya memungkinkan PLN memiliki informasi real-time tentang bagaimana energi listrik mengalir di dalam jaringan, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih cepat dan ketersediaan listrik yang lebih besar. Alhasil visibilitas aset jadi lebih terjaga sehingga jika ada masalah pada jaringan listrik atau peralatan. Selain itu, masalah-masalah tersebut juga bisa lebih mudah teridentifikasi, sehingga persoalan yang muncul bisa dipecahkan lebih cepat, pada titik yang tepat.

Hal senada diungkapkan David Hutagalung, President Director GE Operations Indonesia. Menurut dia, GE ingin menghasilkan daya secara terjangkau dan berkelanjutan. Hal tersebut juga tentunya harus dilanjutkan dengan transmisi dan distribusi yang efisien pula. “Di sinilah GI digital menjadi solusi mengatasi tantangan akhir ketika listrik dialirkan dari pembangkit ke lokasi konsumen,” kata David Hutagalung.

GI digital juga menawarkan sejumlah keunggulan lain, termasuk lebih sedikit kabel tembaga hingga 200 km, menghemat hingga 80% untuk biaya kabel dan waktu, jejak karbon hingga 30% lebih kecil dan siklus operasional pembangkit yang 15% lebih lama.

“Dengan GI digital ini, operator memiliki informasi secara riil tentang listrik yang mengalir di dalam jaringan. Dengan begitu, operator bisa mengambil keputusan lebih cepat. Selain itu, bisa mendapatkan ketersediaan listrik yang lebih besar,” kata David Hutagalung.

“Keunggulan lainnya adalah menghemat hingga 80% untuk biaya kabel dan waktu karena pemantauan dilakukan dengan sistem digital. Jejak karbon juga ditekan sebesar 30%. Lalu, siklus operasional pembangkit 15% lebih lama dari kondisi normal,” tuturnya lagi.

 

Tren Baru

Benny Yulzardi, Unit Managing Director, Grid Automation Indonesia, GE Grid Solution, mengatakan pada prinsipnya GI adalah stasiun transit antara pembangkit listrik dan distribusi konsumen untuk menjaga aliran tetap stabil baik itu menurunkan atau peningkatan tegangan sesuai kebutuhan, serta mengganti jenis arus dari AC ke DC.

"GI telah mengalami tren digitalisasi dalam penggunaan komponen dan sistemnya. Tren seiring tuntutan kebutuhan akan sistem substation atau GI yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Tren ini membawa beberapa evolusi, yang mana contoh pertama pada kabel. Pada substation konvensional banyak memakai kabel untuk mengirim data seperti tegangan arus ke kontrol panel,” katanya.

“Dengan sistem digital bisa mengurangi 80 sampai 90% pemakaian kabel karena diubah  menjadi fiber optic (fo) yang mempunyai kapasitas main dan backup sehingga pengiriman sinyal yang jauh lebih besar daripada kabel tembaga. Otomatis ruangan yang dibutuhkan juga berkurang 10 sampai 20%. Dari perubahan itu dan instalasi juga bisa lebih cepat karena compact,” imbuhnya.

Yang kedua dari segi fitur, menurut Benny, dengan digitalisasi bisa lebih unggul karena substation automation langsung dengan terhubung dengan kontrol panel sehingga memberi kemudahan pada test commissioning dan troubleshooting. Semua informasi data informasi tersebut bisa dikumpulkan untuk diolah dengan tidak terpengaruh akan banyak tarikan kabel karena semua data sudah bisa didapat dari kabel optik.

“Jadi waktu pekerjaan lebih cepat karena berkurang waktu untuk menarik kabel dan terminasi. Ini bisa menghindari kesalahan dalam penarikan kabel ketika melakukan programming address untuk tiap-tiap masukan yang diperlukan. Fitur ini bisa langsung dipasang namun tergantung dari keamanan jaringan,” ujarnya.

Dalam keadaan force majeure, digitalisasi membuat monitoring dan diagnosa berperan aktif sehingga bisa antisipasi reaktif yang memberi input performa sistem. Performa trafo juga bisa dipantau, sehingga kalau ada penurunan dapat diinformasikan. User juga bisa memutuskan kapan harus maintenance karena adanya self identification system.

“Tidak perlu menunggu alarm berbunyi baru ada aksi. Misalnya terjadi putus kabel. Kita bisa cepat mengambil tindakan monitoring dari semua peralatan yang diinstal karena kalau ada masalah kita berpacu dengan waktu dan panas. Ini adalah satu cara efektif menghindari trafo jangan sampai meledak kelebihan beban dan kepanasan, Jadi dengan GI digital bisa memaksimalkan kinerja trafo dan bisa mendeteksi kesalahan operasi trafo untuk menghindari kebakaran dan kerugian,” Benny menutup pembicaraan.