Skip to main content
×

GE.com has been updated to serve our three go-forward companies.

Please visit these standalone sites for more information

GE Aerospace | GE Vernova | GE HealthCare 

header-image

ECA, Sumber Pendanaan Tanpa Jaminan Pemerintah yang Membantu Proyek Listrik 35.000 Mw

Lukya Panggabean
January 17, 2019
Sebagai pelaku utama dalam proyek 35.000 Mw, PT PLN (Persero) mau tak mau membutuhkan berbagai sumber pendanaan untuk pelaksanaan pembangunannya. PLN memiliki dua sumber pembiayaan, yaitu swakelola atau kerjasama dengan Badan Usaha Tenaga Listrik (BUTL) swasta. Dalam swakelola sumber pendanaan PLN ada yang dari keuangan sendiri atau meminjam lewat government to government (g to g) serta lembaga keuangan.
Untuk g to g biasanya PLN memakai skema Subsidiary Loan Agreement (SLA) yang proyeknya telah ditetapkan dalam Blue Book 2015-2019. Di sini pemerintah harus membuat perjanjian utang dengan pihak luar negeri dahulu, sebelum disetujui DPR. Praktis ini memakan waktu yang sangat lama.

Pada pinjaman lewat lembaga keuangan seperti perbankan, PLN kerap melakukan penerbitan surat utang atau sekuritisasi aset. Pada skema sekuritisasi aset dilakukan melalui instrumen Efek Beragun Aset (EBA), yang mana PLN akan mengkonversi pendapatan pada masa depan menjadi surat berharga di awal.

Dari berbagai bentuk skema dan sumber tersebut, terdapat persyaratan harus mendapatkan jaminan dari Pemerintah. Merespons hal tersebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan jaminan pinjaman yang termaktub dalam PMK nomor 130/PMK.08/2016.

Akan tetapi, ada satu lagi sumber dan skema yang dianggap lebih mudah dalam pembiayaan tanpa jaminan pemerintah. Caranya adalah melalui Export Credit Agency (ECA). ECA merupakan lembaga keuangan yang bertindak sebagai agen pemerintah untuk mendorong ekspor dari negara asal teknologi atau produk itu berasal. Oleh karena hal tersebutlah skemanya bisa dimudahkan.

Alhasil PLN pun bisa menjalani bisnis murni sehingga proses birokrasi lebih pendek. Namun, tetap dalam prosesnya, harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari lima Kementerian, yaitu; BUMN, Keuangan, ESDM, Bappenas, Menko Perekonomian, dan termasuk juga Gubernur BI.

Sarwono, Direktur Keuangan PLN, mengatakan, pihaknya telah memanfaatkan lembaga ECA karena bisa tanpa jaminan dalam portofolio pembiayaan, baik itu dari dari lembaga bilateral dan multilateral lainnya. ”Pemanfaatan ini sebagai komitmen PLN untuk memperluas akses listrik di Indonesia dan mendukung program pemerintah mengembangkan kapasitas listrik tambahan 35.000 MW. Dari proyek ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi di seluruh Indonesia," kata Sarwono.

Sebagai informasi, skema ECA ini diatur dalam Perpres No. 71 Tahun 2006 tentang Penugasan Kepada PLN, dan Keppres No. 59 Tahun 1972 tentang Penerimaan Kredit Luar Negeri bagi PLN.

Dikenalkan GE

George Djohan, Country Leader GE Gas Power Systems Indonesia, menyatakan, GE sudah membantu PLN untuk memperkenalkan sumber dana dari ECA ini. “GE kerap bantu memperkenalkan PLN dengan sumber ECA ini. Tapi sebenarnya tak hanya berkutat pada sektor ketenagalistrikan saja. Ada juga lokomotif kereta api pakai ECA. Jadi masing-masing core business di GE berperan ”, kata George Djohan kepada GE Reports Indonesia.

Menurut George, sumber pembiayaan ECA bisa dari negara mana saja baik. Namun, yang pasti sumber harus berasal dari asal negara tempat mesin itu diproduksi. “Misalnya, kalau mesin dibuat di Prancis, sumber pembiyaan akan dari lembaga keuangan Prancis," tuturnya.

Ia menambahkan, mengikuti peraturan di Indonesia, proyek yang bisa mendapatkan pembiayaan ECA adalah proyek-proyek teknologinya tidak bisa didapatkan dari Indonesia sehingga harus melakukan impor teknologi tersebut. “Kami ikuti semua peraturan ini," katanya.

Senada, Joko Prakoso, Country Director Grid Solutions a GE & Alstom Join Venture, juga menyatakan, meskipun GE punya kapasitas untuk pendanaan sendiri, pihaknya juga kerap membantu PLN dalam mencari pendanaan dari beberapa sumber.

“Saat ini di divisi kami (Grid Solutions), kami sudah ada beberapa proyekyang bersama PLN menggunakan sumber ECA itu,” katanya kepada GE Reports Indonesia.

Joko mengatakan, peminjam dana dalam hal ini tetap PLN, sedangkan GE sebagai provider teknologi hanya pihak ketiga yang memperkenalkan PLN . “Nanti kami bisa bantu ajukan proposal untuk pengembangan proyek dan pendanaannya. Kemudian pihak PLN akan mengevaluasi, berapa pinjamannya, bunganya berapa dan kira-kira apa lebih bagus kah jika dibanding competitor,” katanya.

Untuk delapan proyek MPP

Pada 2016, dua lembaga ECA, yakni Hungarian Export Import Bank Plc. (HEXIM) dan Export Development Canada (EDC), sepakat bermitra untuk mendanai delapan proyek pembangkit Mobile Power Plant (MPP) berkapasitas 500-MW milik PLN. Pembangkit tersebut tersebar di Lampung (100MW), Pontianak (100MW), Bangka (50MW), Riau (75MW), Belitung (25 MW), Ampenan (50 MW), Paya Pasir (75 MW) dan Nias (25 MW). Setelah proyek beroperasi, sebanyak 20 turbin TM2500 gas aeroderivative akan dipasang untuk mengaliri sekitar empat juta rumah di kawasan terpencil di Indonesia.

Dalam perjanjian yang ditandatangani Direktur Keuangan PLN, Sarwono, pada Jumat, 2 Desember 2015 lalu, EDC dan HEXIM memberikan pinjaman sebesar USD435 juta untuk masa pengembalian selama 12 tahun. HEXIM dan EDC memiliki jumlah total partisipasi yang sama dalam porsi pembiayaan. Sumber pendanaan HEXIM adalah dari Perusahaan Asuransi Kredit Ekspor Hungaria (MEHIB), sementara EDC dari sumber sendiri.

Kesepakatan ini dibantu Standard Chartered Bank yang bertugas mengkoordinasikan dan menyediakan fasilitas administrasi. Sementara itu, peran Divisi Global Capital Markets, GE Financial Services adalah sebagai penasehat keuangan PLN. Selain itu, GE Financial Services juga membantu memberikan solusi teknologi bagi proyek yang menjadi bagian dari proyek listrik 35.000 Mw ini.

Zoltán Urbán, CEO HEXIM mengatakan, “GE di Hongaria bekerja sama dengan lebih dari 600 pemasok Hongaria adalah mitra strategis dari Pemerintah Hongaria. Jadi, 15 dari 20 turbin yang dikirim dari Hongaria ke Indonesia secara signifikan akan meningkatkan volume ekspor Hongaria ke Indonesia. Kesepakatan ini juga membuktikan, Hongaria mengambil peran penting dalam global supply chain di sektor energi.”

Carl Burlock, Senior Vice President EDC, Pembiayaan dan Investasi, menambahkan, “EDC sangat senang berpartisipasi dalam pembiayaan proyek tenaga listrik yang penting di Indonesia. Kami juga bisa memberikan dukungan kepada GE sebagai klien strategis global.”

Brian Ward, Managing Director GE Global Financial Services, Global Markets mengaku senang bisa berperan dalam hal tersebut. Menurut dia, "Kami senang dapat peran dalam mengembangkan sektor energi dan ekonomi di Indonesia secara keseluruhan dengan menyediakan teknologi dan dukungan pendanaan kami kepada PLN dan anak perusahaannya, yang mana hal tersebut dibutuhkan rakyat Indonesia. ”